Saturday, June 11, 2011

Wong Mbilung

udah sekian bulan gak denger kata-kata itu. 'wong mbilung'
bis emang beberapa bulan terakhir ini aku terlalu sibuk dengan diriku dan diriku sendiri dengan meng-alas-kan pekerjaan [membenarkan pendapat seseorang]. huh....

setelah semua sudah sedikit reda, barulah kaca-kaca di otakku agak jernih. tapi mulai masalah baru, penyakit malas menderaku dengan hebatnya. lagi-lagi dengan meng-alas-kan butuh istirahat setelah kerja keras kemaren. jadinya tadi aku hanya tidur aja seharian. membayar utang kemaren-kemaren yang baru bisa melelapkan diri setelah azan subuh berkumandang dengan merdu.


kok jadi gak jelas?
:D

kembali ke judul...
pertama kali denger kata 'wong mbilung' pas di jalur. bingung... apa sih maksudnya? 'wong mbilung' yang kek gimana? suku apa? apa sama kek legenda 'wong bunian'?
waktu itu kejadiannya, aku numpang makan di rumah mbah yang masak buat aku dan teman-teman di jalur. waktu itu si mbah lagi ngulek sambel terasi. aku bilang, mbah uleg-kannya jangan dicuci dulu ya.
trus langsung aja aku nyentongin nasi ke bekas uleg-kan sambel terasi itu. trus dengan asiknya aku makan langsung dari tempat uleg-kan tersebut.
sumpah... enak banget.
tapi apa daya, sejak itu aku selalu dikomentari 'dasar... wong mbilung'. dan untuk semua perilaku ajaibku selalu aku akan dapat komentar 'dasar... wong mbilung'.
awalnya aku gak terlalu peduli. sebodo' lah selama itu gak mengganggu aku. tapi lama-lama penasaran juga. apa sih sebenernya 'wong mbilung' itu?
tanya sana tanya sini... paman gugel pun bingung apa sih 'wong mbilung'?
sampe pas suatu ketika, waktu tingkah ajaibku dapet komentar 'dasar... wong mbilung'
bertanyalah aku... apa sih mbah 'wong mbilung' tu? tapi tetep aja aku gak dapet jawaban yang memuaskan
jadi... aku ambil kesimpulan sendiri. dengan semakin seringnya aku mendengar kata-kata 'wong mbilung' untuk orang-orang yang ada di luar suku Jawa. aku berkesimpulan, 'wong mbilung' tu orang yang di luar orang Jawa.

orang bisa bilang apa aja tentang aku. tapi, aku begitu mencintai diriku sendiri.
aku suka makan di bekas uleg-kan, bukan berarti aku gak kenal piring. aku suka nyeruput kopi dengan suara keras-keras, bukan aku gak ngerti table manner.
aku rindu suasana di lintang.
makan di dangau, di depan dangau ada sungai kecil yang airnya jernih dan adem. sekeliling sawah nenek masih banyak pohon kelapa. tinggal minta pamanku manjat, aku sanggup minum 2-3 buah air dogan yang manis tanpa pemanis tambahan [seperti diriku].
aku rindu makan rame-rame duduk bersila dengan satu kaki ditekuk ke atas di lantai beralas tikar purun dengan tekuyung plus rebung asam yang dimasak dengan santan sebagai lawan nasi putih hangat yang pulen hasil dari sawah nenek.
aku rindu bangun pagi dengan suasana yang tenang, adem, plus aroma kopi goreng. aku rindu nyeruput kopi keras-keras dengan diakhiri ahhh....
i miss it madly...

yeah...
aku rindu semua perilaku yang di bilang oleh orang-orang di jalur sebagai perilaku 'wong mbilung'.

gak usah ambil negatifnya. tiada maksud juga memperdalam masalah dengan membahas kesukuan. tapi ambil positifnya saja. berarti 'wong mbilung' adalah orang-orang yang bebas. bebas melakukan apa pun. tanpa harus bermanis-manis mulut di depan, namun menghujat di punggung. gila... sungguh-sungguh gila.
aku tidak bermaksud menyamakan itu dengan sebuah kemunafikan. tapi mau dibilang apa lagi yang seperti itu?
apa harus menggunakan ketidak konsisten-an sebagai bahasa halus-nya?
huh... tingkatan bahasa yang membuat gila.

tadi... ya tadi pagi...
aku memutuskan buat shopping.
[kerjaan perempuan kan emang gak jauh-jauh dari shopping]
:D
tapi aku cuma shopping ke pasar kok. beli bahan makanan. ceritanya, aku pengen masak. aku rindu masakan nenek. tapi aku gak bakalan nemu orang yang jualan tekuyung di pasar.
jadi ngapain aku ke pasar?
jawabnya shopping... bawang, cabe, sayur, ikan, serta kerabat-kerabatnya.
yang paling gak sopan, ternyata setelah sekian lama gak ke pasar. aku terkaget-kaget dengan harga-harga sembako yang mulai merayap naik. huh...

tapi eh tapi... pas di kios ikan, aku ndenger seorang ibu yang ngedumel gak jelas pake bahasa kerajaan yang ujung-ujungnya ada 'dasar... wong mbilung'
usut punya usut... ternyata beliau mbeli ikan, trus minta bersihin langsung ma tukang ikan itu. tanpa disengaja, air ikan tersebut mercik ke si ibu. tukang ikan dah minta maaf, tapi si ibu dah kadung mengeluarkan kata-kata sakti 'dasar... wong mbilung'.
tukang ikan yang bukan orang jawa, yang [mungkin] juga gak ngerti sama sekali bahasa jawa, cuma senyum-senyum aja.
sumpah... aku jadi kaget.
apa kelakuan 'wong mbilung' tu sebegitu ajaibnya ya?
kadang-kadang kepikir juga, apa cuma 'wong mbilung' yang sepertinya gak punya manner?
it suck...

tapi pernah juga sih, waktu aku lagi-lagi berperilaku ajaib trus ada yang baru mau berkomentar dengan kata-kata sakti itu, langsung aja aku bilang 'aku kan wong mbilung, nak ngapoin bae namonyo kan wong mbilung'

lupakan semua...
seperti si batak yang gak pernah marah dipanggil batak karena katanya, 'aku memang wong batak'.
aku pun bilang... AKU KAN WONG MBILUNG...

*kepikiran pengen jadi wong bunian aja. [terpengaruh setelah meng-khatam-kan yin galema].
=))

No comments:

Post a Comment